lihat juga

Wednesday, February 6, 2013

Kasus Dugaan Penyalahgunaan Frekwensi Oleh IM2 Dan Indosat

Jaksa semakin nampak tidak memahami telekomunikasi, tetapi memaksakan diri. Selain  itu , Jaksa  tidak hanya salah tafsir dan kriminalisasi tapi juga  sesat, Hal itu diutarakan  Luhut Pangaribuan pengacara Indar Atmanto usai  sidang  tipikor  kasus dugaan  penyalahgunaan  frekwensi  oleh IM2 dan  Indosat  di Pengadilan  Tipikor mendengarkan tanggapan Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengejutkan banyak pihak.  

“Mereka tidak memahami telekomunikasi , jadi mereka tetap tidak tahu bedanya jaringan dan frekwensi. Padahal kalau ada jaringan itu tidak bisa dipisahkan dengan frekuensinya, karena tidak akan ada jaringan kalau tidak ada frekuensi, tidak ada frekuensi kalau tidak ada jaringan. Nah IM2 itu jelas-jelas adalah ISP internet service provider. Undang-undang mengatakan, supaya masyarakat sebanyak-banyaknya memanfaatkan jaringan telekomunikasi,” kata dia kesal.

Luhut menggaris bawahi bahwa telah terjadi kekacauan berpikir, “Soal korupsi, jaksa bilang tidak membicarakan undang-undang telekomunikasi, nggak membicarakan soal BHP, mereka bicarakan korupsi. Lha yang diatur dalam undang-undang telekomunikasi itu adalah yang menggunakan frekuensi yang menggunakan jaringan  harus bayar BHP (Biaya Hak Pemakaian)  nah kalau itu tidak dibayar, maka jadi pendapatan Negara bukan pajak, jadi membacanya adalah undang-undang telekomunikasi plus undang-undang tentang penerimaan Negara bukan pajak,” kata Luhut tidak habis pikir.

“Kita semakin yakin, Jawaban jaksa itu memang sesat, sesat pikir sesat motivasi dan sesat tujuan. Yang perlu dicacat ; Ada dua surat dari menteri komunikasi dan informasi, yang mengatakan sebagaimana surat dakwaat itu diatur oleh pemerintah, dalam hal ini menteri yang berwenang, menteri yang berwenang itu Mekominfo, menyatakan tidak ada penggunaan frekuensi secara bersama. Berulang-ulang dia katakan oleh karena itu tidak ada kewajiban untuk membayar BHP (biaya hak pemakaian)  frekuensi, apron fee dan sebagainya.” Tambah Luhut.

Luhut  tetap berpendapat bahwa perkara yang diajukan dalam persidangan ini adalah bukan merupakan kewenangan dari Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, dan Surat Dakwaan tidak memberikan uraian cermat, jelas, dan lengkap atas tindak pidana yang didakwakan. Sementara  dalam tanggapannya Jaksa mengabaikan Menkominfo sebagai pembina atau pengawas sektor telekomunikasi. Dan, malah mencurigai bahwa MenKominfo perlu diklarifikasi. Meskipun mencurigai, jaksa penyidik, tidak melakukan klarifikasi dengan memanggil Menkominfo.

“Jaksa melakukan Errorin objecto dan dobel standar. Kalau urusan uang memekai BPKP, namun tidak mengakui urusan teknis dibawah Menkominfo,” Kata pengacara Indar Atmanto, Indosat dan IM2, Luhut Pangaribuan. Jaksa dalam jawaban nota keberatan (eksepsi) tim penasihat hukum  dalam persidangan itu tetap kokoh menyatakan bahwa dakwaanya sudah benar dan tidak mengubah ataupun membuat Surat Dakwaan menjadi cermat, jelas, dan lengkap.

Jaksa juga tidak merespon tentang mengapa tidak menggunakan aturan "lex spesialis" perundangan telekomunikasi, namun langsung kepada perundangan tipikor. Meskipun dalam jawaban yang sama Jaksa mengakui secara tidak langsung bahwa BPKP tidak berwenang menghitung kerugian negara.

ads

Ditulis Oleh : gdfysx Hari: 11:00 PM Kategori:

0 comments:

Post a Comment

surf