lihat juga

Monday, March 25, 2013

“Manusia Sebagai Makluk Individu Dan Sebagai Makluk Social”

Daren Laugh-



TUGAS
ILMU SOSIAL BUDAYA DASAR
“Manusia Sebagai Makluk Individu Dan Sebagai Makluk Social”








OLEH:
DAREN LAUGH












DARENLAUGH.BLOGSPOT.COM
2013
 


MANUSIA SEBAGAI INDIVIDU DAN MAHKLUK SOSIAL

A.    Pengertian manusia sebagai makhluk individu dan makhluk social.
a.       Manusia sebagai makluk individu.
Kata manusia berasal dari kata manu (Sansekerta) atau mens(Latin) yang berarti berpikir, berakal budi, atau homo (Latin) yang berarti manusia. Istilah individu berasal dari bahasa Latin, yaitu individum, yang artinya sesuatu yang tidak dapat dibagi-bagi lagi atau suatu kesatuan yang terkecil dan terbatas.
Secara kodrati, manusia merupakan mahluk monodualis. Artinya selain sebagai mahluk individu, manusia berperan juga sebagai mahluk sosial. Sebagai mahluk individu, manusia merupakan mahluk ciptaan Tuhan yang terdiri atas unsur jasmani (raga) dan rohani (jiwa) yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Jiwa dan raga inilah yang membentuk individu.
Manusia juga diberi kemampuan (akal, pikiran, dan perasaan) sehingga sanggup berdiri sendiri dan bertanggung jawab atas dirinya. Disadari atau tidak, setiap manusia senantiasa akan berusaha mengembangkan kemampuan pribadinya guna memenuhi hakikat individualitasnya (dalam memenuhi berbagai kebutuhan hidupnya). Hal terpenting yang membedakan manusia dengan mahluk lainnya adalah bahwa manusia dilengkapi dengan akal pikiran, perasaan dan keyakinan untuk mempertinggi kualitas hidupnya. Manusia adalah ciptaan Tuhan dengan derajat paling tinggi di antara ciptaan-ciptaan yang lain.
b.      Manusia sebagai makluk social.
Plato mengatakan, mahluk hidup yang disebut manusia merupakan mahluk sosial dan mahluk yang senang bergaul/berkawan (animal society = hewan yang bernaluri untuk hidup bersama). Status mahluk sosial selalu melekat pada diri manusia. Manusia tidak bisa bertahan hidup secara utuh hanya dengan mengandalkan dirinya sendiri saja. Sejak lahir sampai meninggal dunia, manusia memerlukan bantuan atau kerjasama dengan orang lain.
Ciri utama mahluk sosial adalah hidup berbudaya. Dengan kata lain hidup menggunakan akal budi dalam suatu sistem nilai yang berlaku dalam kurun waktu tertentu. Hidup berbudaya tersebut meliputi filsafat yang terdiri atas pandangan hidup, politik, teknologi, komunikasi, ekonomi, sosial, budaya dan keamanan.
Menurut Aristoteles (384 – 322 SM), manusia adalah mahluk yang pada dasarnya selalu ingin bergaul dan berkumpul dengan sesama manusia lainnya (zoon politicon yang artinya mahluk yang selalu hidup bermasyarakat). Pada diri manusia sejak dilahirkan sudah memiliki hasrat/bakat/naluri yang kuat untuk berhubungan atau hidup di tengah-tengah manusia lainnya. Naluri manusia untuk hidup bersama dengan manusia lainnya disebut gregoriousness.
B.     Fungsi  dan peran manusia sebagai individu dan mahkluk social.
Sebagai makahluk individu,manusia memiliki harkat dan martabat yang mulia .setiap manusia dilahirkan sama dengan harkat dan martabat yang sama pula denagn manusia yang lainnya, tidak ada yang membedakan .Manusia sebagai makhluk individu berupaya merealisasikan segenap potensi dirinya karena ingin menunjukkan siapa yang terbaik ,baik itu menunjukkan potensi jasmani maupun potensi rohani
Manusia sebagai pribadi adalah berhakikat sosial. artinya manusia akan senantiasa dan selalu berhubungan dan berinteraksi dengan orang lain, manusia tidak mungkin hidup sendiri tanpa bantuan orang lain  dan interaksi sosisl membentuk kehidupan berkelompok pada manusia.
Dalam dimensi individu,muncul hak-hak dasar manusia, kewajiban dasar manusia adalah menghargai hak dasar orang lain serta mentaati norma-norma yang berlaku di masyarakatnya.
Manusia sebagai makhluk sosial memiliki implikasi -implikasi:
1.      Kesadaran akan ketidak berdayaan manusia bila seorang diri
2.      Kesadaran untuk senantiasa dan harus berinteraksi dengan orang lain.
3.      Penghargaan akan hak-hak orang lain
4.      Ketaatan terhadap norma-norma yang berlaku.
Sebagai makhluk individu ataupun makhluk sosial hendaknya manusia memiliki kepribadian,yang dimaksud dengan kepribadian adalah susunan unsur-unsur akal dan jiwa yang di bangun oleh perasaan,pengetahuan dan dorongan.
Secara sosial sebenarnya manusia merupakan mahluk individu dan sosial yang mempunyai kesempatan yang sama dalam berbagai hidup dan kehidupan dalam masyarakat. Artinya setiap individu manusia memiliki hak, kewajiban dan kesempatan yang sama dalam menguasai sesuatu, misalnya bersekolah, melakukan pekerjaan, bertanggung jawab dalam keluarga serta berbagai aktivitas ekonomi, politik dan bahkan beragama. Namun demikian, kenyataannya setiap individu tidak dapat menguasai atau mempunyai kesempatan yang sama. Akibatnya, masing-masing individu mempunyai peran dan kedudukan yang tidak sama atau berbeda. Banyak faktor yang menyebabkan itu bisa terjadi, misalnya kondisi ekonomi (ada si miskin dan si kaya), sosial (warga biasa dengan pak RT, dll), politik (aktivis partai dengan rakyat biasa), budaya (jago tari daerah dengan tidak) bahkan individu atau sekelompok manusia itu sendiri. Dengan kata lain, stratifikasi sosial mulai muncul dan tampak dalam kehidupan masyarakat tersebut.
C.    Prasangka dan Stereotipe.
Di dalam berinteraksi dengan orang lain kita terkadang tidak dapat lepas dari apa yang disebut sebagai prasangka dan stereotipe. Prasangka menurut Mar' at (1984) adalah dugaan-dugaan yang memiliki nilai ke arah negatif, namun dapat pula dugaan tersebut bersifat positif. Dugaantersebut umumnya mengarah pada penilaian negative yang diwarnai oleh perasaan yang muncul sesaat. Di dalam interaksi sosial, prasangka memiliki relevansi dengan komponen afektif yang bersifat negative terutama bila dihubungkan dengan kelompok minoritas dan kelompok etnis (Mar'at, 1984).
Menurut Wolf (dalam Mar' at, 1984) proses terbentuknya prasangka merupakan prasangka sosial yang memiliki konotasi negara dalam hubungannya antara mayoritas dan minoritas.
Oleh karena itu, Mar' at (1984) menjabarkan beberapa faktor penentu prasangka, yaitu antara lain:
·         Kekuasaan faktual yang terlibat hubungan antara mayoritas dan minoritas
·         Fakta tentang perlakuan terhadap kelompok mayoritas dan minoritas
·         Fakta mengenai kesempatan usaha pada mayoritas dan minoritas
·         Fakta mengenai unsur geografis, dimana keluarga minoritas menduduki daerah-daerah tertentu
·         Posisi dan peranan dari sosial ekonomi yang pada umumnya dikuasai oleh kelompok minoritas
·         Potensi energi eksistensi dari kelompok minoritas dalam mempertahankan hidupnya
Adapun beberapa hipotesa yang menjadi penyebab terjadinya prasangka antara lain adalah:
·         Adanya ketegangan situasiyang senantiasa relatif dan bersifat individual atau kelompok sentris
·         Dalam tiap-tiap kelompok akan selalu terdapat minoritas
·         Adanya persaingan yang menimbulkan prasangka
Kedua adalah stereotipe. Stereotipe adalah persepsi terhadap suatu objek yang tidak
dapat diubah atau kaku (Chaplin, 1995), yang sifatnya terlalu umum dan seringkali keliru(Atkinson dkk., 1993). Dalam membahas baik prasangka maupun stereotipe, kita tidak dapat lepas dari mentalset dan konsep interaksi sosial. Permasalahan yang akan muncul dapat digolongkan menjadidua, yaitu: image dan sikap (Mar' at, 1984).Image menyangkut persepsi social sehingga tiap hubungan antar manusia, antar kelompok, dan antar bangsa telah ada suatu mental set tersendiri tentang opini, sistem nilai, norma, konsep tertentu. Hubungan ini akan mengarah kepada komponen emosional yang relevan dengan hubungan interaksi ini. Sikap terhadap pengertian pengertian sinonim yang sebenarnya adalah prasangka dapat diidentifikasikan dengan sikap yang merupakan predisposisi sosial. Di samping prasangka tersebut dapat pula disamakan dengan opini atau kepercayaan (belief).
D.    Dilema antara kepentingan individu dan kepentingan masyarakat
Setiap yang disebut manusia selalu terdiri dari dua kepentingan, yaitu kepentingan individu yang termasuk kepentingan keluarga, kelompok atau golongan dan kepentingan masyarakat yang termasuk kepentingan rakyat . Dalam diri manusia, kedua kepentingan itu satu sama lain tidak dapat dipisahkan. Apabila salah satu kepentingan tersebut hilang dari diri manusia, akan terdapat satu manusia yang tidak bisa membedakan suatu kepentingan, jika kepentingan individu yang hilang dia menjadi lupa pada keluarganya, jika kepentingan masyarakat yang dihilangkan dari diri manusia banyak timbul masalah kemasyarakatan contohnya korupsi. Inilah yang menyebabkan kebingungan atau dilema manusia jika mereka tidak bisa membagi kepentingan individu dan kepentingan masyarakat.
1.      Pandangan Individualisme
Individualisme berpangkal dari konsep bahwa manusia pada hakikatnya adalah makhluk individu yang bebas. Paham ini memandang manusia sebagai makhluk pribadi yang utuh dan lengkap terlepas dari manusia yang lain. Pandangan individualisme berpendapat bahwa kepentingan individulah yang harus diutamakan. Yang menjadi sentral individualisme adalah kebebasan seorang individu untuk merealisasikan dirinya. Paham individualisme menghasilkan ideologi liberalisme. Paham ini bisa disebut juga ideologi individualisme liberal.
Paham individualisme liberal muncul di Eropa Barat (bersama paham sosialisme) pada abad ke 18-19. Yang dipelopori oleh Jeremy Betham, John Stuart Mill, Thomas Hobben, John Locke, Rousseau, dan Montesquieu. Beberapa prinsip yang dikembangkan ideologi liberalisme adalah sebagai berikut. Penjaminan hak milik perorangan. Menurut paham ini , pemilikan sepenuhnya berada pada pribadi dan tidak berlaku hak milik berfungsi sosial,
a.       Mementingkan diri sendiri atau kepentingan individu yang bersangkutan.
b.      Pemberian kebebasan penuh pada individu
c.       Persaingan bebas untuk mencapai kepentingannya masing-masing.
Kebebasan dalam rangka pemenuhan kebutuhan diri bisa menimbulkan persaingan dan dinamika kebebasan antar individu. Menurut paham liberalisme, kebebasan antar individu tersebut bisa diatur melalui penerapan hukum. Jadi, negara yang menjamin keadilan dan kepastian hukum mutlak diperlukan dalam rangka mengelola kebebasan agar tetap menciptakan tertibnya penyelenggaraan hidup bersama.
2.      Pandangan Sosialisme
Paham sosialisme ditokohi oleh Robert Owen dari Inggris (1771-1858), Lousi Blanc, dan Proudhon. Pandangan ini menyatakan bahwa kepentingan masyarakatlah yang diutamakan. Kedudukan individu hanyalah objek dari masyarakat. Menurut pandangan sosialis, hak-hak individu sebagai hak dasar hilang. Hak-hak individu timbul karena keanggotaannya dalam suatu komunitas atau kelompok.
Sosialisme adalah paham yang mengharapkan terbentuknya masyarakat yang adil, selaras, bebas, dan sejahtera bebas dari penguasaan individu atas hak milik dan alat-alat produksi. Sosialisme muncul dengan maksud kepentingan masyarakat secara keseluruhan terutama yang tersisih oleh system liberalisme, mendapat keadilan, kebebasan, dan kesejahteraan. Untuk meraih hal tersebut, sosialisme berpandangan bahwa hak-hak individu harus diletakkan dalam kerangka kepentingan masyarakat yang lebih luas. Dalam sosialisme yang radikal/ekstem (marxisme/komunisme) cara untuk meraih hal itu adalah dengan menghilangkan hak pemilikan dan penguasaan alat-alat produksi oleh perorangan. Paham  marxisme/komunisme dipelopori oleh Karl Marx (1818-1883).
Paham individualisme liberal dan sosialisme saling bertolak belakang dalam memandang hakikat manusia. Dalam Declaration of Independent Amerika Serikat 1776, orientasinya lebih ditekankan pada hakikat manusia sebagai makhluk individu yang bebas merdeka, manusia adalah pribadi yang memiliki harkat dan martabat yang luhur. Sedangkan dalam Manifesto Komunisme Karl Marx dan Engels, orientasinya sangat menekankan pada hakikat manusia sebagai makhluk sosial semata. Menurut paham ini manusia sebagai makhluk pribadi yang tidak dihargai. Pribadi dikorbankan untuk kepentingan negara.
Dari kedua paham tersebut terdapat kelemahannya masing-masing. Individualisme liberal dapat menimbulkan ketidakadilan, berbagai bentuk tindakan tidak manusiawi, imperialisme, dan kolonialisme, liberalisme mungkin membawa manfaat bagi kehidupan politik, tetapi tidak dalam lapangan ekonomi dan sosial.  Sosialisme dalam bentuk yang ekstrem, tidak menghargai manusia sebagai pribadi sehingga bisa merendahkan sisi kemanusiaan. Dalam negara komunis mungkin terjadi kemakmuran, tetapi kepuasan rohani manusia belum tentu terjamin.

ads

Ditulis Oleh : gdfysx Hari: 4:15 PM Kategori:

0 comments:

Post a Comment

surf