Wednesday, January 16, 2013

Bangunan khas Joglo Milik Ambar Polah Tjahyono

Kediaman Ambar Polah Tjahyono sangat mudah ditemui diantara rumah permukiman penduduk. Bangunan khas Joglo lengkap dengan arsitektur tradisional Jawa menjadi ciri khas yang membedakan dengan hunian lainnya. Rumah yang masih masuk dalam kompleks perumahan Wiromulyo itu memang begitu eksotik.

Memang lingkungan tempat tinggal menjadi salah satu alasan bagi seseorang untuk memilih letak rumah hunian. Berada di tengah-tengah permukiman penduduk sebagai tempat tinggal bagi seluruh keluarga mungkin akan jarang dijumpai untuk saat ini. Terutama karena seringnya anggapan jika perkampungan terkesan berdesak-desakan, sempit, dan juga kotor.

Tapi tunggu dulu. Semua bergantung dengan komunitas yang ada dalam ruang lingkup lingkungan tersebut. Boleh jadi, di tengah-tengah kegalauan zaman yang mengakibatkan pola pikir individualistik seperti sekarang ini, kampung kembali memberi ruang bagi orang-orang yang rindu dengan kebersamaan, sosialisasi, dan juga saling berbagi dan merasakan sebagaimana hubungan manusia satu dengan yang lain.

Ambar Polah adalah salah satu dari sekian orang yang memilih hidup yang tidak jauh berbeda dengan di masyarakat perkampungan. "Karena dengan begitu saya dan keluarga justru bisa saling berkomunikasi dengan baik dengan lingkungan. Prinsipnya saya itu bisa tersenyum dan bertegur sapa dengan tetangga kanan kiri," terang Ambar kepada Tribun Jogja, beberapa waktu lalu.

Tak heran kalau rumah Ketua Asmindo Pusat ini, benar-benar difungsikan secara maksimal untuk kepentingan kegiatan-kegiatan sosial di lingkungannya. "Pokoknya rumah ini terbuka bagi siapa saja, untuk arisan boleh, numppang tidur boleh, main musik juga oke, he-he-he," kelakar Ambar.

Memasuki rumah yang didominasi warna matang kayu ini akan mulai tampak unik. Seluruh dinding bagian depan rumah memakai gebyok ukiran yang didatangkan langsung dari Kudus, Jawa Tengah. Gebyok tersebut asli dari rumah penduduk yang berdiri kira-kira pada abad 13 ketika Islam mulai masuk. Detail ukiran tersebut sungguh menarik mengingat pada tiap bagian dikerjakan sangat rapi, teliti, dan kecil-kecil, sehingga membutuhkan tingkat konsentrasi tinggi.

Berjalan melewati ruang dalam, kita lalu masuk ke ruang santai. Ruangan ini lebih familiar untuk menerima tamu-tamu dan juga untuk bersantai. Jalan yang menghubungkan dari ruang tamu depan dengan ruangan ini dibuat lantai berundak. Di ruang ini pula kita akan banyak menyaksikan barang-barang kuno yang menjadi koleksi Ambar. Mulai dari patung gajah Majapahit zaman Puteri Bali, Kelaparan, dan Kejayaan. Di dinding terdapat topeng penthul gebyar dan wayang dari berbagai versi. Studio musik juga berada di ruang ini.

Rumah yang dibangun pada tahun 1999 ini terdiri dari dua kavling rumah yang digabung menjadi satu. Sisi ruang untuk publik lebih banyak memakan tempat jika dibandingkan dengan ruang keluarga. Bahkan sekalipun terdapat ruang pribadi, semua kamar didesain secara terbuka. Selain taman sebagai penyegar udara, juga berfungsi memisahkan ruang pribadi dengan ruang untuk publik tersebut. Tetap dalam konsep menyatu, seperti ruang makan, kerja, keluarga, dan kamar mandi dibuat saling berhubungan.

"Ya, bagi saya rumah adalah tempat untuk bisa saling bersosialisasi dengan tetangga kanan kiri, sehingga saya dan keluarga tidak merasa menjadi manusia aneh yang harus hidup individu seperti sekarang ini," pesannya. Bahkan untuk urusan desain, Ambar mengaku melakukannya sendiri, sehingga beberapa bagian dalam rumah yang terdiri dari 2 lantai ini memang terdapat bagian-bagian yang menunjukkan bangunan tambahan. Ambar mengaku, dengan konsep yang dikerjakannya sendiri akan benar-benar dapat disebut sebagai rumah rakyat untuk semua kalangan.

No comments:

Post a Comment